Selasa, 27 April 2010

Ciri Kepribadian Sehat

Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

  1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
  2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
  3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
  4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
  5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
  6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

===================================================

Kepribadian yang sehat :

  1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
  2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
  3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
  4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
  5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
  6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
  7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
  8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
  9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
  10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
  11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)

===================================================

Kepribadian yang tidak sehat :

  1. Mudah marah (tersinggung)
  2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
  3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
  4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
  5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
  6. Kebiasaan berbohong
  7. Hiperaktif
  8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
  9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain
  10. Sulit tidur
  11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab
  12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
  13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
  14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan
  15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

Ciri-Ciri Orang Berbohong

Seseorang yang sedang berbohong, biasanya menutup anggota tubuh seperti mulut, meyilangkan tangan saat menceritakan ketidakjujurannya.
Gerakan tubuh orang yang sedang berbohong menurut para ahli mengiyaratkan ketidaknyamanan dibandingkan orang yang menceritakan sebenarnya. Ada beberapa indikasi yang bisa memberi petunjuk apakah seseorang berbohong atau tidak.
Ucapan
Studi menunjukkan orang yang berbohong mengubah cara mereka berbicara dan pilihan kata-kata mereka. Para pembohong biasanya menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti.
Mereka jarang menggunakan kata ganti orang pertama dan lebih banyak menggunakan kata ganti orang ketiga. Sebuah studi pada 2003 oleh peneliti di Universitas Texas menyimpulkan selain mengurangi kalimat orang pertama (Saya, Aku), mereka juga menggunakan kata-kata yang berefek negatif.
Para pembohong juga biasanya lebih lama merespon pertanyaan dari lawan bicara agar memberikan jeda untuk memikirkan jawaban yang masuk akal bagi kebohongannya.
Intonasi
Seorang yang sering berbohong biasanya akan meninggikan suara saat sedang menceritakan kebohongan. Bisa juga mendeteksi apakah seseorang berbohong melalui bahasa tubuh walaupun tidak semuanya benar. Biasanya, orang yang berbohong akan melindungi tubuhnya karena tidak ingin orang lain mengetahui hal yang ada dalam pikirannya.
1. Posisi tubuh dapat menjadi bukti yang menunjukkan bahwa seseorang sedang berbohong, karena disadari ataupun tidak disadari ada hubungan yang kuat antara pikiran dan ekspresi.
2. Nafas yang tiba-tiba. Dalam setiap kebohongan, detak jantung akan meningkat dan nafas akan menjadi dangkal/cepat. Biasanya pembohong akan mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan perasaannya. Cara ini juga yang diterapkan oleh mesin pendeteksi kebohongan, yaitu dengan mengukur detak jantung orang yang sedang diinterogasi/diwawancara.
3. Kegelisahan di bagian-bagian tubuh. Hal ini dapat terlihat dengan berbagai cara, tergantung dari orangnya. Gerakan yang gugup akan menarik perhatian kita terutama dapat kita rasakan ketika kita berbicara dengan seseorang yang kita kenal dan orang tersebut melakukan gerakan yang tidak seperti biasanya. Berikut adalah contoh kegelisahan di bagian-bagian tubuh :
- Gerakan tubuh yang maju-mundur, apakah dalam posisi duduk maupun berdiri.
- Posisi yang tiba-tiba berubah. Sebagai contoh, lawan bicara kita sedang menyilangkan salah satu kakinya diatas kaki yang lain, dan ketika mulai menjawab pertanyaan kita, dia merubah posisi kakinya. Orang yang berbohong, sekalipun dia seorang profesional, akan merasakan ketidaknyamanan ketika dia berbohong. Tubuh akan selalu menyesuaikan perasaan kita tanpa kita sadari, jadi posisi yang tiba-tiba berubah ini adalah sinyal yang baik yang menunjukkan bahwa seseorang sedang berbohong.
- Gerakan-gerakan yang tidak disadari dari tangan dan kaki. Sebagai contoh: menggoyangkan kaki, menggoyangkan tangan diatas meja, kedua tangan direkatkan kuat-kuat, kedua paha saling menekan bersama-sama. Jika lawan bicara kita sedang dalam posisi duduk dan kemudian ia merubah arah telapak kaki ke arah yang lain, itu juga merupakan tanda bahwa orang tersebut sedang berbohong.
- Senyuman yang palsu. Senyuman identik dengan keakraban dan kepercayaan, dan para pembohong seringkali menyalahgunakannya. Jadi bagaimana membedakan senyuman pembohong? Para pembohong biasanya akan tersenyum cukup sering dan tiba-tiba, yang sebetulnya tidak pada tempatnya dia harus tersenyum.
- Terlalu banyak aksi-aksi ’sok akrab’, seperti : menepuk punggung anda, menyentuh anda ataupun mendekatkan posisinya pada anda. Lawan bicara anda akan merasa kikuk ketika berbohong sehingga mereka akan menyembunyikan kekikukannya dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Akan sangat sulit memutuskan bahwa seseorang sedang berbohong jika dia melakukan tindakan-tindakan yang bersahabat seperti itu. Ini adalah respon manusia yang alamiah. Tetapi tetap perlu diingat, bahwa jika anda merasa bahwa keakraban dari lawan bicara anda sudah berlebihan, berhati-hatilah.
Sumber lain :
1. Menyentuh wajah
Hal yang paling umum saat seseorang berbohong adalah dengan menyentuh wajah mereka. Terutama dua bagian yaitu mata dan hidung.
Saat seseorang berbicara dengan menggosok-gosok matanya. Percayalah dia ingin menghindari kontak mata dengan anda. Dan 100% yakinlah bahwa dia sedang berbohong. Kecuali jika memang ruangan penuh debu, bisa jadi mata orang itu memang kemasukan debu.
2. Perubahan suara dan Menjawab terlalu berhati-hati
Ciri-ciri pembohong bisa di dengar dari nada bicaranya, jika sedang meninggi, artinya sebuah dusta sedang diceritakan.Selain itu lihat juga suaranya yang tegang dan jeda antar kalimat berlangsung lama. Itu sudah pasti deh pembohong
Hal-hal diatas selain karena tegang mereka juga mengulur-ngulur waktu untuk menyusun jawaban yang rasional. Sehigga selalu menjawab pertanyaan dengan berhati-hati.
3. menggaruk-garuk
Cara paling gampang mendeteksi kebohongan adalah melalui gerakan tangan. Kebanyakan pembohong tidak banyak menggerakkan tangan saat mereka melakukan aksinya. Tapi ada satu yang sering mereka lakukan yaitu menggaruk. Biasanya lima kali saling susul mereka menggaru-garuk tubuhnya.
4. Gerakan kaki
PERHATIKANLAH! saat seseorang yang sedang berdiri, lihatlah saat kaki mereka muali mengetuk ke tanah. Sudah pasti mereka sedang menjadi pembohong
Dan Juga…
Saat Pembohong sedang duduk, Maka kemungkinan besar dia akan mengayun-ayunkan kaki mereka.
5. Senyum Terpaksa.

Andaikata teman anda menyeringai maka itu adalah senyum palsu dan menunjukkan sebuah kebohongan. Karena senyum yang sebenarnya saat sebuah senyum merebak ke seluruh wajah dan mengeriputkan mata.

Mekanisme Pertahanan Diri

Represi

Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, tekanan, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:

1.Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan. Individu akan membuang memori tentang hal tidak menyenangkan dari otaknya.

2.Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar dan mengingat-inget kejadian yang menyesakkan dada.

3.Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk.

4.Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif.

5.Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.

Supresi

Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)

Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
Fiksasi

Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.

Regresi

Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian

Menarik Diri

Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.

Mengelak

Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
Denial (Menyangkal Kenyataan)

Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri. Metode ini adalah metode yang negatif dan kurang sehat dalam mengendalikan perasaan-perasaan. Deniala dapat dilihat pada seorang atlit yang sedang cedera tetapi dia tidak mau mengakui dia sedang menderita cedera. Banyak hal negatif yang terjadi dalam olahraga disebabkan karena para atlit sering mencoba mengatasi kesulitan-kesulitannya tanpa dasar pemikiran logis, wajar, dan sehat maka tugas coach disini adalah memberikan petunjuk dan bimbingan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang wajar dan sehat yang mendalam, yang disampaikan tanpa menyakiti hati atlitnya.

Fantasi

Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
Rasionalisasi

Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk. Dengan kata lain memberikan alasan-alasan yang masuk akal atau rasional dan dapat diterima oleh umum, yang gunanya untuk menghindarkan diri dari kenyataan.

Atlit-atlit menggunakan rasionalisasi untuk menghindari realitas dan menutupi maksud-maksud mereka yang sebenarnya, agar mereka dapt lebih diterima sehingga tidak disalahkan meskipua sesungguhnya mereka membuat kesalahan.
Intelektualisasi

Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
Proyeksi

Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dolah dan Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan melimpahkannya kepada orang lain. Seorang atlit yang tidak mau disalahkan untuk kesalahan-kesalahan yang dibuatnya akan memproyeksikan dan melimpahkan tanggung jawab sebab timbulnya kesalahan tersebut kepada coachnya, teman-teman seregunya atau kepada orang atau benda lainnya, misalnya wasit, penonton, lapangan, bola, sepatu, dan sebagainya. Bahwa manusia tidak akan luput dari kegagalan adalah suatu kenyataan hidup.

Kompensasi

Segala sesuatu yang melebih-lebihkan suatu aktivitas karena gagal dalam aktivitas lainnya.

Sabtu, 24 April 2010

Kepribadian PDF Print E-mail

KEPRIBADIAN menurut Allport adalah:

…sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.

Sedangkan menurut Pervin dan John:

kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten.

Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait.

Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:

  • Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:
    • Trait relatif stabil dari waktu ke waktu
    • Trait konsisten dari situasi ke situasi
  • Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:
    • ada proses adaptif
    • adanya perbedaan kekuatan, dan
    • kombinasi dari trait yang ada

Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006).

Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain Allport, terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck.

Allport mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport, unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok.

Sama seperti Allport, Cattell juga percaya bahwa kata-kata yang digunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya dan orang lain adalah petunjuk penting kepada struktur kepribadian. Perbedaan mendasar antara Allport dan Cattell adalah bahwa Cattell percaya kepribadian dapat digeneralisir. Yang harus dilakukan adalah dengan mencari trait dasar atau utama dari ribuan trait yang ada.

Menurut Allport, faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian.

Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian, terdapat 4 pemahaman penting yang perlu diperhatikan:

1. Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi
kepribadian
2. Meskipun faktor genetik merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi lingkungan, faktor non-genetik adalah faktor yang paling bertanggungjawab
akan perbedaan lingkungan pada orang-orang
3. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis
kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada tiap anak.
4. Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

Sumber bacaan:

Cooper, C.L., & Payne, R. (1991). Personality and stress: Individual differences in the stress process. England: John Wiley & Sons Ltd.

Feist, J. & Feist, G. J. (2006). Theories of personality. (Ed. Ke-6). New York: McGraw-Hill Inc.

Hjelle, L.A., & Ziegler, D.J. (1992). Personality theories. Singapore: McGraw Hill Book.

McCrae, R.R., & Allik, J. (2002). The Five Factor Model of personality across cultures. New York: Kluwer Academic/ Plenum Publishers.

Pervin, L. A. (1993). Personality: theory and research. (Ed. ke-6). Canada: John Wiley & Sons.

Pervin, L. A. (1996). The Science of personality. USA: John Wiley & Sons

Linzey & Hall. (1993). Theories of personality. (4th ed). New York: John Wiley & Sons.

Sejarah Psikologi PDF Print E-mail

Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.

Berdasarkan pandangan tersebut, bagian Sejarah Psikologi ini akan dibagi ke dalam beberapa periode dengan berbagai tokohnya.


Image


Psikologi sebagai bagian dari filsafat

Psikologi sebagai bagian dari ilmu faal

Psikologi sebagai ilmu yang mandiri

Memasuki abad ke-20, psikologi berkembang dalam berbagai school of thought. Kalau Wundt meletakkan dasar bagi psikologi dengan pandangan strukturalisme, maka selanjutnya berbagai aliran utama yang muncul adalah sebagai berikut.

  • Fungsionalisme
  • Behaviorisme
  • Psikoanalisa
  • Psikologi Gestalt
  • Psikologi Humanistik

Melalui pemahaman sejarah psikologi ini, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih utuh tentang apa itu psikologi.

Dalam rencana pengembangan situs ini, akan dibahas pula sejarah psikologi di Indonesia.

Sumber kepustakaan dalam semua tulisan dalam modul ini adalah:

Brennan, J.F. (1991). History and Systems of Psychology. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Lundin, (1991). Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath and Company.